Spiga

Laurent Nkunda, Mantan Guru Jadi Tukang Bantai

BERITA tertangkapnya pentolan pemberontak Laurent Nkunda pada Kamis (22/1) di wilayah Rwanda seakan menjadi asa baru bagi proses tuntasnya tragedi kemanusiaan di kawasan Afrika tengah.

Mendengar nama Laurent Nkunda, boleh jadi, warga Rwanda maupun Kongo dari suku Hutu bakal bergidik. Kejadian baku bunuh antara dua suku Tutsi dan Hutu di kawasan bergelora jantung Afrika itu masih berbekas di benak.

Belum pernah ada titik temu abadi antara kedua suku itu. Dalam kasus genosida 1994 yang secuplik kisah nyatanya menjadi potret film layar lebar Hotel Rwanda, lagi-lagi, Hutu dan Tutsi saling sembelih...

Nkunda, kelahiran 2 Februari 1967 adalah mantan jenderal Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (RDK). Bapak enam anak asal Tutsi itu menjadi pentolan pemberontakan yang beroperasi di Provinsi Nord- Kivu. Sama seperti alasan yang "dijual" untuk mengesahkan pembantaian massal, Nkunda juga berkilah melindungi sukunya dari terjangan bedil dan belati Hutu.

Menurut catatan, anak buah Nkunda ada sekitar 3.000-an orang. Nkunda yang dikenai tuduhan melakukan kejahatan perang pada September 2005 dan kasusnya diselidiki oleh Pengadilan Kejahatan Internasional, sebelumnya, adalah bagian dari Brigade Pasukan ke-83 RDK.

Seperjalanan hidupnya, Nkunda banyak makan asam garam dalam peperangan. Tadinya, Nkunda ingin menjadi psikolog. Maka dari itulah, dia masuk fakultas psikologi di Universitas Kisangani di Kongo.

Alih-alih tercapai cita-citanya, profesi gurulah yang melekat pada Nkunda sebelum pada akhirnya menjadi tentara. Kichanga adalah kota tempat pria yang fasih berbahasa Inggris dan Prancis ini mengajar para muridnya.

Sebagai tentara yang akrab dengan bau anyir darah, catatan pencapaian Nkunda lumayan menjadi buah mulut. Diuber-uber oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan tudingan melakukan kejahatan kemanusiaan, Laurent Nkunda tercatat di peristiwa genosida Rwanda.

Sementara, pada rentang waktu satu dasawarsa lebih sejak peristiwa tersebut, nama Laurent Nkunda disebut-sebut dalam perang Kongo pertama. Dua tahun kemudian atau tepatnya pada 2 Mei 2002, pada perang Kongo kedua, Komisioner Hak-hak Asasi Manusia PBB Mary Robinson menyerukan agar Nkunda ditangkap. Alasannya, pria berkacamata itu, bersama dengan anak buahnya, menculik dan memukuli dua penyelidik PBB. Pada tahun sama, Nkunda dikenai tuduhan pembantai 160 orang di kota tempat dirinya belajar di perguruan tinggi, Kisangani.

Selanjutnya, nama Nkunda juga masih dibicarakan orang dalam penyerangan Bukavu (2004), bentrokan dengan pasukan Republik Demokrasi Kongo (2005), dan serangan Desember 2006.

Jika dihitung selama jangka waktu tersebut, 5,4 juta jiwa mati sia-sia selama krisis Kongo. Para korban selain menjadi tumbal pembantaian antarsuku itu juga tergilas wabah penyakit dan kekurangan gizi. (Josephus Primus dari berbagai sumber)

Sumber : kompas.com

0 comments: