Spiga

Bayar Pakai Uang, Kembaliannya Permen (2)

Direktur PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Drs Setyadi Surya, tak menampik, banyak pelanggan Ramayana mengeluhkan uang kembaliannya yang berbentuk permen.

"Keluhan Ibu Ira bukan satu-satunya yang sampai pada kami. Banyaknya relatif. Saya tidak bisa menyebutkan berapa jumlahnya. Kami menyadari keberatan pelanggan. Itu sebabnya kami tengah mencari cara terbaik soal kembalian receh itu."

Ramayana, tandas Setyadi, sudah berusaha setiap hari ke Bank Indonesia menukarkan kepingan uang logam di bawah nominal Rp 500. "Tapi sejauh ini, sulit sekali memperoleh uang pecahan di bawah nominal Rp 500 di sana. Tidak selalu ada. Kalau kepingan Rp 500, sih, banyak"

Bagaimana bila kostumer ganti membayar belanjaannya dengan kumpulan permen? "Kalau saya setujui, nanti kami disalahkan Pemerintah. Permen, kan, bukan alat tukar bayar. Kalau kami memberi permen, itu karena belum menemukan solusi. Sudahlah, mari kita cari solusinya bersama," kilah Setyadi.

Hal senada dilontarkan oleh Linda Valentin, tim marketing Alfamart. "Kami kesulitan mendapatkan uang nominal kecil dari BI." Meski begitu, Linda menegaskan, jalan keluar yang diambil Alfamart tidak akan merugikan konsumennya. "Salah satu solusinya, kami menawarkan pembayaran dengan kartu debit."

Tidak itu saja. Alfamart juga mengeluarkan kartu pra bayar (pre paid card) yang bisa dimanfaatkan konsumen, "Sehingga tidak perlu menggunakan uang tunai saat bertransaksi. Dengan begitu, konsumen sama sekali tidak rugi, bukan?," tandas Linda.

Tak hanya swalayan yang memberi uang kembalian di bawah Rp 500 ke pembeli dalam bentuk permen. Holan Bakeri pun memberlakukan kebijakan sama. "Tapi, kembalian permen itu hanya jalan terakhir. Semampu mungkin, kami memberi uang kembalian. Kalau ada pasti diberi," papar Erlin, Perwakilan dari Holan Bakeri Cikini, Jakarta.

Bila tidak, sambungnya, biasanya kasir menanyakan dulu, apakah pembeli punya uang receh sehingga pihaknya bisa memberi kembalian genap. "Misalnya, kami harus mengembalikan Rp 8. 300, kalau kostumer punya uang receh Rp 200, kami akan kembalikan Rp 8.500. Bila tidak, kami terpaksa memberi dua buah permen. Permen yang kami berikan benar-benar permen yang harganya di atas Rp 100 sehingga kostumer bisa menerima. Di Holan Bakeri tidak ada harga barang dengan pecahan di bawah Rp 100."

Kebijakan permen sebagai uang kembalian, lanjutnya, sudah berlaku dua bulan belakangan ini. "Itu karena kami kesulitan memperoleh uang receh. Kami tidak bisa langsung menukar uang receh ke BI. Bisanya ke bank swasta. Mereka yang menukar uang receh ke BI. Itu pun tidak selalu dapat. Karena itu, kami putuskan memberi permen."

Diakui Erlin, dampak pemberian permen itu dirasakan langsung oleh kasir, karena kostumer komplain langsung ke kasir. "Pernah ada kostumer membayar sebagian barang yang dibelinya dengan permen serupa permen kami. Apa boleh buat, harus diterima. Pembeli, kan, macam-macam tabiatnya."

Cuma Rupiah Yang Sah

Soal susahnya menukar uang receh, dibantah Kepala Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI), Edy Siswanto. "BI selalu membuka layanan penukaran uang di loket-loket layanan kas kantor BI dan penyediaan kas keliling yang ada di 20 lokasi (pasar dan mal) di Jakarta dan beberapa lokasi lainnya di luar Jakarta."

Untuk Jakarta, layanan kas keliling dilakukan sebanyak 1 kali dalam seminggu dan setiap mobil kas menyediakan uang Rp 300 juta dengan uang pecahan Rp 20 ribu ke bawah. Sedangkan untuk luar Jakarta, setiap kota disediakan satu mobil kas keliling yang datang tiap dua bulan sekali dengan penyediaan uang yang lebih besar, yaitu Rp 800 juta.

Edy berharap, dengan adanya kas keliling ini, para nasabah individual dan retailer semakin terbantu dan tidak merasa kesulitan dalam menjalankan kegiatan usahanya. "Jadi, sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi para retailer untuk tetap menggunakan permen sebagai uang kembalian pecahan Rp 500 ke bawah. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 2 UU RI No 3 Tahun 2004 yang mengatakan alat pembayaran yang sah di Negara RI adalah rupiah."

Namun, diakui Edy, BI tidak mengawasi retailer nakal secara langsung, melainkan hanya sekadar menindaklanjuti informasi dari masyarakat yang disampaikan langsung ke BI atau melalui media massa. "Sebagai tindak lanjutnya, kami memberi imbauan pada retailer untuk melakukan pemenuhan uang pecahan kecil melalui perbankan atau kas keliling yang diselenggarakan BI."

Jadi, tak ada alasan lagi untuk memberi kembalian dalam bentuk permen, bukan?

Sumber : kompas.com

0 comments: